Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa acquired aphasia itu karena banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui tentang ini. Adapun agar masyarakat dapat membedakan anak berkebutuhan khusus, terkhusus acquired aphasia. Di harapkan dengan penulisan ini dapat memilih sikap yang pantas saat bersosialisasi dengan anak acquired aphasia. Serta tahu bagaimana penyebabnya agar ke depan bisa menjadi acuan dalam mengasuh anak menjadi lebih baik.
Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik berbeda untuk tiap diagnosa yang berbeda pula, begitupun berlaku pada anak acquired aphasia. Mereka memiliki ciri khas masing-masing yang tidak banyak diketahui masyarakat hingga terkadang timbul kesalahpahaman. Karena kesalahpahaman inilah yang dapat menyebabkan sikap tidak pantas pada anak-anak tersebut. Tidak jarang juga masyarakat awam merasa terganggu dengan kehadiran para anak berkebutuhan khusus sehingga sering menyindir ataupun memandang sebelah mata mereka. Seperti kasus terbaru, seorang wanita yang mengejek anak autism distatus fb karena ciri khas anak tersebut, tapi berakhir dengan merugikan diri si wanita itu sendiri. Pada kasus anak dengan acquired aphasia sendiri juga memiliki kesalahpahaman seperti banyak masyarakat awam mengatakan mereka adalah anak-anak “bisu” karena bicara yang tidak lancar cenderung enggan berkomunikasi atau pendiam bahkan “bodoh” karena tidak jarang mereka tidak paham tentang apa yang diujarkan seseorang pada mereka.
Seperti menurut Bruce (2003) : “children with acquired aphasia resulting from anterior lesions presented with an initial mutism while those with temporal lobe lesions showed comprehension deficits in the acute stages that resolved within 1 year”
Hampir sama, pernyataan dari Hecaen (1983) menyebutkan : “children with acquired aphasia, particularly those who have an auditory comprehenson problem, often exhibit difficulties with reading, either in recognizing letters and words or in comprehending”
Merujuk dari pernyataan di atas, penyebab khas acquired aphasia adalah akibat lesi/luka. Hal ini bisa terjadi karena adanya suatu insiden yang menyebabkan benturan pada kepala atau sesuatu yang mengganggu fungsi otak. Secara fisik terkadang terlihat normal, tapi yang sebenarnya bermasalah adalah bagian dalam kepalanya, yaitu otak. Bagian yang mengatur segala sesuatu kegiatan pada manusia yang hidup.
Menurut Fabro (2004) penyebab acquired aphasia : “acquired childhood aphasia refers to language deficits following brain lesions after the age of acquisition of the first sentence, generally after the age of 2. The most common etiological causes include vascular lesions, trauma, tumors and infections involving the language dominant hemisphere”
Dapat di ketahui bahwa anak dengan acquired aphasia adalah anak yang memiliki gangguan bahasa baik dalam pemahaman maupun pengekspresian secara verbal yang diakibatkan dari cedera otak.
Penyebabnya pun bermacam, tetapi yang bisa berakibat pada otak, seperti berikut: kejang pada anak, hypotensi, benturan di kepala, tumor otak, radioterapy dan kemoterapi, infeksi, anoksia, dan penyebab lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak saat usia perkembangan.
Berbeda tempat kerusakannya, berbeda pula ciri khas yang dimiliki tiap anak acquired aphasia. Berikut kerusakan di area anterior (depan) otak, ciri khasnya adalah “bisu”, yang dimaksud adalah berbicarapun hanya menggunakan sintaksis sederhana dan cenderung enggan berkomunikasi, terkadang memiliki gangguan disartria ataupun dispraksia. Pada area temporal, ciri khasnya adalah “bodoh”, yang dimaksud adalah kesulitan dalam membaca, mengenal huruf dan kata maupun memahaminya, terkadang juga kesulitan dalam memilih kata, ketidaklancara saat bicara, kesulitan dalam mengklarifikasi sesuatu atau memberi pernyataan, baik menggunakan bahasa yang spesifik maupun secara imaginatif. Bisa jadi anak tersebut hanya mengalami satu gangguan, contohnya gangguan reseptif (pemahaman) kesulitan memahami kata, kemampuan grammatikal dalam kalimat. Sedangkan gangguan ekspresif adalah gangguan menemukan kata, parafasia (bunyi maupun makna). Lalu gangguan bentuk bahasa lain berupa kemampuan isyarat, membaca, menulis, dan penggunaan bahasa.
Semua gangguan tersebut bukanlah dari lahir melainkan diperoleh, masyarakat bisa mengasuh anaknya lebih hati-hati agar tidak mengalami ini semua. Lebih baik mencegah daripada mengobati begitupun lebih baik menghargai daripada membenci. Tidak ada anak yang ingin ditakdirkan menjadi berbeda. Tidak ada orang tua yang ingin memiliki anak yang berbeda dari anak umumnya. Sebagai masyarakat awam, alangkah bijaknya jika lebih memilih menghargai bahkan merasakan empati terhadap kondisi anak-anak yang terlihat normal di luar tetapi bermasalah di dalam.
Jika ingin meminimalisir ciri khas pada anak acquired aphasia bisa dilakukan terapi pada yang ahli, misalkan terapi wicara untuk menangani area bahasa yang bersifat reseptif dan ekspresif ataupun ahli yang lainnya.
Sumber :
Bruce E. Murdoch. Acquired Neurological Speech/Language Disorders in Childhood.,Taylor&Francis e-Library.2003
Franco Fabro. Neurogenic Language Disorders in Children, International Association of Logopedics and Phoniatrics Elsevier.2004